Loaiza (kanan), sumber: http://www.catwinternational.org |
Maki Okubo (Asahi.com) – Loaiza Marcela, warga negara Kolombia,
pernah memiliki masa lalu yang gelap saat mencoba peruntungannya di Jepang.
Alih-alih bekerja dan mendapatkan uang untuk keluarganya, Loazia malah bekerja
sebagai PSK dan terlilit hutang. Kisah pilu itu akhirnya ia tulis dalam buku,
setelah Loaiza berhasil kabur dengan selamat puliang ke negaranya.
pernah memiliki masa lalu yang gelap saat mencoba peruntungannya di Jepang.
Alih-alih bekerja dan mendapatkan uang untuk keluarganya, Loazia malah bekerja
sebagai PSK dan terlilit hutang. Kisah pilu itu akhirnya ia tulis dalam buku,
setelah Loaiza berhasil kabur dengan selamat puliang ke negaranya.
Mei 1999, saat itu Loazia berusia 21 tahun.
Kehidupan yang keras di negaranya Kolombia, serta masalah rumah tangga yang
pelik mencobanya untuk mencari peruntungan di Jepang. Loaiza harus meninggalkan
anak perempuannya yang berusia 2 tahun, bersama ibu yang sakit-sakitan dan adik
bungsunya. Sebagai orag tua tunggal, ia adalah harapan dalam menopang
perekonomian keluarga.
Kehidupan yang keras di negaranya Kolombia, serta masalah rumah tangga yang
pelik mencobanya untuk mencari peruntungan di Jepang. Loaiza harus meninggalkan
anak perempuannya yang berusia 2 tahun, bersama ibu yang sakit-sakitan dan adik
bungsunya. Sebagai orag tua tunggal, ia adalah harapan dalam menopang
perekonomian keluarga.
Loaiza tertarik ke Jepang karena seorang
lelaki (makelar) menawarkan pekerjaan padanya untuk menjadi penari. Lelaki ini
menyediakan segalanya, mulai dari passport palsu, tiket pesawat dan kebutuhan
lain. Loaiza perlukan, hanya membawa dirinya ke Jepang. Sesampianya di Jepang,
Loaiza malah “dijual” pada sindikat Yakuza. Loaiza bekerja di wilayah Ikebukuro
di Tokyo. Wilayah ini dikenal sebagai wilayah “hiburan malam.” Di sinilah ia mulai bekerja dalam prostitusi
dengan bayaran 20.000 Yen (US $ 196). Pekerjaan yang tidak pernah dibayangkan
sebelumnya, ia merasa sedih, marah dan rendah diri. Bukannya penghasilan yang
ia dapatkan, Loaiza malah terlilit hutang. Kehidupan yang mahal dan keperluan
lainnya menyebabkan ia tidak bisa
menikmati hasil keringatnya.
lelaki (makelar) menawarkan pekerjaan padanya untuk menjadi penari. Lelaki ini
menyediakan segalanya, mulai dari passport palsu, tiket pesawat dan kebutuhan
lain. Loaiza perlukan, hanya membawa dirinya ke Jepang. Sesampianya di Jepang,
Loaiza malah “dijual” pada sindikat Yakuza. Loaiza bekerja di wilayah Ikebukuro
di Tokyo. Wilayah ini dikenal sebagai wilayah “hiburan malam.” Di sinilah ia mulai bekerja dalam prostitusi
dengan bayaran 20.000 Yen (US $ 196). Pekerjaan yang tidak pernah dibayangkan
sebelumnya, ia merasa sedih, marah dan rendah diri. Bukannya penghasilan yang
ia dapatkan, Loaiza malah terlilit hutang. Kehidupan yang mahal dan keperluan
lainnya menyebabkan ia tidak bisa
menikmati hasil keringatnya.
Perlakuan
sindikat gangster ini sangat mengerikan, Loaiza dipukul dan disiksa hingga
masuk rumah sakit selama dua minggu. Loaiza juga dipaksa bekerja di jalan
Yokohama, panti pijat dan tempat-tempat lainnya. Tahun 2001, hutang Loaiza
semakin bertambah, iapun nekad kabur ke kedutaan Kolombia yang ada di Jepang.
Dari usahanya ini, akhirnya Loaiza mendapatkan perlindungan dan berhasil
dipulangkan ke Kolombia. Trauma yang amat mendalam, membuat Loaiza tidak bisa
menceritakan apapun tentang kehidupannya selama di negeri matahari terbit itu.
sindikat gangster ini sangat mengerikan, Loaiza dipukul dan disiksa hingga
masuk rumah sakit selama dua minggu. Loaiza juga dipaksa bekerja di jalan
Yokohama, panti pijat dan tempat-tempat lainnya. Tahun 2001, hutang Loaiza
semakin bertambah, iapun nekad kabur ke kedutaan Kolombia yang ada di Jepang.
Dari usahanya ini, akhirnya Loaiza mendapatkan perlindungan dan berhasil
dipulangkan ke Kolombia. Trauma yang amat mendalam, membuat Loaiza tidak bisa
menceritakan apapun tentang kehidupannya selama di negeri matahari terbit itu.
Loaiza harus
menjalani 3 tahun masa pengomatgan psikiatri. Menurut seorang konsultannya, Loaiza
disarankan untuk menuliskan pengalamannya dalam sebuah buku. Tahun 2009,
akhirnya buku tersebut terbit. Buku berjudul “Survivor: Ikebukuro no Rojo kara
Seikanshita Jinshintorihiki Higaisha” terbit dalam Bahasa Jepang pada
Agustus 2016.
menjalani 3 tahun masa pengomatgan psikiatri. Menurut seorang konsultannya, Loaiza
disarankan untuk menuliskan pengalamannya dalam sebuah buku. Tahun 2009,
akhirnya buku tersebut terbit. Buku berjudul “Survivor: Ikebukuro no Rojo kara
Seikanshita Jinshintorihiki Higaisha” terbit dalam Bahasa Jepang pada
Agustus 2016.
Kini Loaiza
sudah menikah dengan pria Amerika Serikat dan
tinggal bersama putri mereka di negara Paman Sam, dan bekerja di restoran.
Wanita berusia 38 tahun ini, juga membangun yayasan di Colombo dan US yang
bertujuan memberikan bantuan dan dukungan pada korban perdagangan manusia.
sudah menikah dengan pria Amerika Serikat dan
tinggal bersama putri mereka di negara Paman Sam, dan bekerja di restoran.
Wanita berusia 38 tahun ini, juga membangun yayasan di Colombo dan US yang
bertujuan memberikan bantuan dan dukungan pada korban perdagangan manusia.
Loaiza bisa
memaafkan, namun tidak bisa melupakan masa-masa suramnya di Jepang.
Ketakutannya masih muncul setiap ia bertemu dengan lelaki Jepang. Loaiza sadar,
tidak semua orang Jepang seperti itu, suatu saat ia ingin kembali ke Jepang
bersama suaminya, dan merasakan sisi lain Jepang yang indah. “Wanita-wanita
dari Amerika Selatan dipaksa bekerja dalam kondisi yang sangat mengenaskan.” Ujar
Shihoko Fujiwara, salah satu ketua dari lembaga Swadaya Masyarakat yang menangani
korban kasus perdagangan manusia. “ Ini adalah pertama kali seorang korban
korban wanita menuliskan kisahnya yang pedih, saya sangat menghargainya.,”
tambah Shihiko.
memaafkan, namun tidak bisa melupakan masa-masa suramnya di Jepang.
Ketakutannya masih muncul setiap ia bertemu dengan lelaki Jepang. Loaiza sadar,
tidak semua orang Jepang seperti itu, suatu saat ia ingin kembali ke Jepang
bersama suaminya, dan merasakan sisi lain Jepang yang indah. “Wanita-wanita
dari Amerika Selatan dipaksa bekerja dalam kondisi yang sangat mengenaskan.” Ujar
Shihoko Fujiwara, salah satu ketua dari lembaga Swadaya Masyarakat yang menangani
korban kasus perdagangan manusia. “ Ini adalah pertama kali seorang korban
korban wanita menuliskan kisahnya yang pedih, saya sangat menghargainya.,”
tambah Shihiko.
Sumber informasi: www.asahi.com, sumber foto: http://www.catwinternational.org