Home / Uncategorized / Para Kawula Muda Jepang Berjuang Keluar dari Jeratan “Game Online”

Para Kawula Muda Jepang Berjuang Keluar dari Jeratan “Game Online”

sumber: asahi.com


      Jeratan game online tengah menjadi wabah bagi kawula muda di Jepang,
ribuan pemuda terperangkap dalam permainan ini. Beberapa diantara mereka bahkan
ada yang meninggal dunia. Seorang mahasiswa yang kecanduan mengaku, sehari ia
hanya tidur 2-3 jam, sisa waktunya dihabiskan di depan Komputer.
      Jika dibiarkan begini, Jepang bisa kehilangan generaasi mud untuk
membangun negaranya. Apalagi kondisi fisik para online gamer jauh dari sehat.
Seorang mahasiswa, 21 tahun dari Perfektur Shizuoka nampak berwajah pucat
karena kurang istirahat. Kondisi tubuh dan kegiatanya sehari-hari membuat
ibunya khawatir hingga berderai air mata.
       Sejak duduk di bangku SMP, ia sudah ketagihan
main game. Ia kuat berjam-berjam berada di depan komputernya tanpa makan.
Kecanduannya ini juga membuatnya kerap bolos sekolah dan berlanjut sampai kini,
ia sering bolos kuliah.  “Saya gak bisa
berhenti maun. Tapi saya juga sadar, saya gak bisa begini terus, sepertinya
saya gak punya masa depan, pekerjaan apa yang bisa saya lakukan nantinya?”
        Rumah sakit dan beberapa komunitas pendukung di
Jepang juga melaporkan kecanduan terhadap “Game Online” semakin lama semakin
meningkat, teruatam di kalangan anak muda. Bahkan di beberapa rumah sakit,
membuka klinik rehabilitasi untuk para pecandu game. Kementerian Kesehatan,
tenaga kerja dan Kesejahteraan Jepang, pada tahun 2012 mengadakan penelitian
mengenai kebiasaan anak dan remaja dalam hal adiksi permainan internet.
Responden yang diambil berjumlah 264 yang dipilih secara acak dari berbagai
sekolah SMP dan SMU. Jenis pertanyaannya adalah pertanyaan terbuka, seperti “apakah
kamu mendapati permainan di internet itu mengasikkan?” Jika responden menjawab “ya”
sebanyak 5 pertanyaan atau lebih, maka sudah dipastikan ia kecanduan internet
atau game.
          Baru-baru ini, di sekolah SMU Kikugawahigashi di
Perfektur Shizuoka, pada September 2016 dilakukan pengujian adiksi internet
pada siswa dan orang tua dengan menggunakan 42 cara untuk mengindentifikasi dan
tingkatan ketagihan. Pertanyaan dalam tes itu, salah satunya; “Apakah kamu
lebih suka membuka internet dari gawai pintar atau menghabiskan waktu dengan
teman-teman?”
          Hasil dari penelitian tersebut, 54% siswa
kecanduan internet. Diantara mereka, termasuk siswa yang tingkatan kecanduannya
medium hingga sangat tinggi dan membutuhkan dukungan dari konsultan dalam
bidang ini. Beberapa orangtua tidak menyadari pola perilaku anak mereka dalam
hal penggunaan internet.  “Penggunaan Internet
sudah sangat menyebar, sehingga tidak mungkin kita melarang siswa untuk tidak
menggunakannya,” ujar Nobuhiko Nakayama, Kepala Sekolah  SMU Kikugawahigashi.
        Walaupun  siswa yang lebih muda (SD/TK) juga sangat
beresiko ternadap game online, ketagihan juga bisa terjadi saat siswa duduk di
bangku SMU. Kazunori Uchikawa, 34, harus ditemani oleh orangtuanya di Yokohoma
selama 3 tahun setelah menderita ketagihan game online saat usia 20 tahun.
         Uchikawa, seorang akuntan bersertifikat dari
Tokyo mengakui ia semakin larut dalam karakter di game online. Ia terobsesi
untuk mendapatkan kekuatan, meraih senjata-senjata dan item tertentu serta
menghancurkan musuh-musuhnya dengan segera. “Saya gak bisa berhenti. Ini adalah
segalanya di dalam dunia saya,” ujarnya. Uchikawa tidur saat siang, dan bermain
game di malam hari. Berat tubuhnya melonjak 20 kg karena tidak pernah olahraga
dan hanya duduk menatap layar sambil makan.
         Seorang pemimpin dari lembaga non-profit, ingin
membantu mayarakat Jepang lepas dari jeratan game online. Ia merupakan mantan
pecandu game yang berhasil melepaskan diri dari perangkat permainan dunia
maya.  “Saya akhirnya belajar bagaimana
bisa keluar dan wilayah ini. Saya berubah,” ujarnya.
        Di Pusat Medis dan Kecanduan Kurihama di Wilayah
Yokosuka, Perfektur Kanagawa, para dokter mengadakan disuse dengan pasien dan
keluarga pasien tentang bagaimana bisa tidur nyenyak di malam hari. Salah satu
cara yang ditempuh adalah meninggalkan internet dengan mengerjakan hobi yang
lain. Sejak tahun 2011, Pusat medis ini sudah berdiri. Semakin hari pasiennya
semakin bertambah, bahkan pasien yang mau konsultasi harus mengantri dan
menunggu giliran. Sampai April 2017, pasien yang memesan antrian sudah penuh,
dalam sehari ada 20 pasien yang dilayani untuk terapi. Sekiatr 60-70% dari
pasien-pasien tersebut adalah siswa SMP dan SMU, bahwa ada juga siswa SD.  
         Empat tahun lalu, di Rumah Sakit Universitas
Osaka, dibuka pelayanan neuropsikiatri. Layanan ini bertujuan untuk membantu
para pecandu game merubah sikap dan perilakunya. Tidak ada standar universal
untuk mendefinisikan kecanduan terhadap Game. Kedua rumah sakit di atas,
menganggap orang yang kecanduan terhadap internet mengalami kesulitan dalam
mengerjakan tugasnya sehari-hari, seperti bekerja atau sekolah.
         Pusat Kurihama, sudah mengunggah 25 daftar
fasilitas pengobatan di seluruh Jepang. Treatment yang dilakukan adalah dengan
melibatkan psikoterapi. Yang perlu diwaspadai, masa anak-anak sangat beresiko
menjadi pencandu game, selain mereka masih sangat kecil (akan menganggu fungsi
visual) mentalitas mereka juga belum stabil. Hideki Nakayama, seorang dokter
dari Pusat Medid dan Kecanduan  Kurihama mengatakan
ketergantungan internet di Jepang menjadi masalah yang dialami masyarakat sejak
15 tahun yang lalu. Menurutnya, tidak ada ukuran pasti berapa jam sebaiknya
anak-anak boleh main internet ketimbang main game online. Sangat penting bagi
orangtua, menjaga dan mendukung anak dalam kegiatan fisik atau hobi.”Biarkan
anak-anak merencanakan untuk mengatasi masalah saat mereka kecanduan game,”
rekomendari Nakayama.
        Menurut Motohisa Katagami, seorang dokter dari
Rumah Sakit Universitas Osakan, kecanduan internet pada anak-anak merupakan
bukti hubungan sosial yang retak, terutama kurangnya keterlibatan ayah dalam
mengasuh anak. “Peran ayah sangat penting dalam mencegah ibu dari keterasingan,”
ujar Katagami.
       Di Perfektur Shizuoka, anak-anak sudah memiliki komputer
pribadi (PC) saat mereka kelas 6 SD. Biasanya setelah itu, anak akan
menghabiskan waktu bersama PC saat duduk di bangku SMP, dan bermain game
online. Kecanduan anak akan semakin menguat ketika mereka menggunakan “Skype”
yang memudahkan komunikasi dengan sesama gamer. Mereka akan rutin tidur pada
pukul 03:00 dan bangun siang hari, sebab itulah mereka bolos sekolah. Kebiasaan
lain, para pecandu game adalah malas makan, mereka akan melewatkan makan malam
dan terus berada di kamar sambil main Komputer.
        Kembali kepada mahasiswa pecandu game yang ingin
berubah. Ia menemukan titik balik, ketika kawan lamanya menelpon mengajak makan
bersama dan berkumpul. Saat itu, mereka tertawa sambil karaoke bersama. Ia
sangat takjub bahwa di dunia nyata, begitu banyak hal yang bisa digali, mulai
dari fashion, musik, tempat makan yang asik dan lainnya. Dan satu saat iapun
menyadari, bahwa ia tidak membutuhkan game online. “Saya akhirnya bisa
melarikan diri dari kecanduan video game ketika saya bisa menemukan hal lain
yang lebih mengasikkan,” ujarnya.
Artikel asli di tulis oleh: Atsushi Shingen dan
Yukihito Takahama asahi.com

About admin

Check Also

Buntut dari Kasus “Burning Sun” dua Artis FNC Mengundurkan Diri

sumber: koreaboo.com, stasiun TV SBS Kasus pelecehan yang terjadi di sebuah Klub malam “Burning Sun” …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

− 3 = 4